A. Pengertian
Pemilihan Umum
Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain,
Pemilu adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”. Berkaitan
dengan ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207) menyebutkan
bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif
oleh rakyat yang bakal mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan
semangat demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi
dalam pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Berdasarkan uraian di atas, Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur
praktik politik untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan
terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government). Secara
sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk
menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan
pemerintahan.
B. Sistem
Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan
berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok,
yaitu:
- Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik)
- Multy-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).
Sistem Distrik
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan
atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut
distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan
perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar
distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh
jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak
dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon
lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya
selisih kekalahannya.
a. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik
1) Keuntungan Sistem Distrik
Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena
kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan
mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan
mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang pemilihan umum, antara lain
melalui stembus accord.
Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung;
malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alami
dan tanpa paksaan. Karena
kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya,
sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan
lebih cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion effect
dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan
mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang dapat mengendalikan
parlemen.
Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen,
sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini mendukung
stabilitas nasional. Sistem ini
sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
2) Kelemahan Sistem Distrik
System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan
golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai
distrik. Sistem ini
kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu
distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada
sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia.
Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat
mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap partai
dan golongan yang dirugikan.
Sistem distrik dian ggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam
kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan anggapan bahwa
kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan
prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan
distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.
Sistem
Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon
yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut
calon-calon dari masing-masing parpol atau organisasi social politik
(orsospol). Para pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol.
Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol,
ditentukan melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada suatu
daerah (provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan.
Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah
suara yang diraih masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum.
Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna mewakili
orsospol pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara
secara proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik
hanya aka nada satu calon yang terpilih).
a. Keuntungan dan Kelemahan
Sistem Proporsional
1) Keuntungan sistem proporsional
Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap
partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada
distorsi antara perolehan suara dan perolehan kursi.
Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan
minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena itu
masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada system ini.
2) Kelemahan
Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah
sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai
golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi
dan berdirinya partai baru yang pluralis.
Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih
erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih
menonjol daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini
member kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di
parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).
Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai mayoritas
di parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini mempersulit
terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan diri pada
koalisi.
C. Pemilihan Umum
di Indonesia
1. Asas-asas Pemilihan Umum
Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari
Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata
tidak bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di
Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.
a
Langsung,
yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b
Umum, yaitu
pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum menjamin
kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan
dan status sosial.
c
Bebas, yaitu
setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap
warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati
nuarani dan kepentingannya.
d
Rahasia,
yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan
suaranya pada surat suara tanpa dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa
pun suaranya diberikan.
e
Jujur, yaitu
setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas
Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap
dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f
Adil, yaitu
setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas
dari kecurangan pihak mana pun.
2. Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum
a. Pemilu 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955.
Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.
Pemilu tahun
1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa
daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan
bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan
digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota
DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260,
sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah
14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap.
b. Pemilu Orde Baru
Pemilu 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia Pemilihan Umum pertama sejak
orde baru atau Pemilu kedua sejak Indonesia merdeka, yakni Pemilu 1971 diikuti
oleh 10 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni 9 partai politik dan satu
Golongan Karya. Undang-undang yang menjadi landasan hukumnya adalah UU No. 15
tahun 1969 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan
Kedudukan PR, DPR dan DPRD.
- Pemilu 1977
Pemilu 1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada Undang-Undang No. 4
tahun1975 tentang Pemilihan Umum pengganti UU No. 15 tahun 1969, dan UU No. 5
tahun 1975 pengganti UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR
dan DPRD. Selain kedua UU tersebut, Pemilu 1977 juga menggunakan UU No. 3 tahun
1975 tentangv Partai Politik dan Golongan karya. Berdasarkan ketiga UU itulah
diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 3 Mei 1977 dengan diikuti oleh 3
Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni dua Partai Politik dan satu Golongan
Karya.
- Pemilu 1982
Dengan UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang Pemilihan
Umum, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umumnya yang keempat pada
tanggal 4 Mei 1982.
- Pemilu 1987
Dengan UU No. 1 tahun 1985 penggantinUU No. 2 tahun 1980, Indonesia
menyelenggarakan Pemilihan Umum yang kelima tahun 1987. Pemungutan suara Pemilu
1987 secara serentak dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.
- Pemilu 1992
Mengingat UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan perkebangan
politik Orde Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu keenam di Indonesia
berdasarkan paying hokum yang sama dengan paying hokum Pemilu sebelumnya.
Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992.
- Pemilu 1997
Dengan paying hokum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan Pemilun
sebelumnya, Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu yang ketujuh.
c.
Pemilu Era Reformasi
Pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun, 21 Mei 1998, rakyat Indonesia
telah menyelenggarkan tiga kali Pemilu, yakni Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan
Pemilu 2009.
- Pemilu 1999
Pemilihan Umum 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan DPRD.
Pemungutan suaranya dilaksanakan pada taggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti
oleh 48 Partai dengan berlandaskan UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
dan Ubdang-Undang No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini
disebut oleh banyak kalangan sebagai Pemilu paling Demokratis setelah Pemilu
1955. Cara pembagian kursi hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan system
proporsional dengan mengikuti Varian Roget. Dalam system ini, sebuah partai memperoleh
kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk
perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.
- Pemilu 2004
Pemilu ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu 1999. Hal ini
dikarenakan selain demokratis dan bertujuan memilih anggota DPR dan DORD,
Pemilu 2004 juga memilih Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan memilih Presiden dan
Wakil Presiden tidak dilakukan secara terpisah. Pada Pemilu ini, yang terpilih
adalah pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden). Bukan calon
Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah.
Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga tahapan:
- Tahap pertama atau Pemilu Legislatif, Pemilu 2004 diikuti oleh 24 Partai politik dan dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih Partai Politik (sebagai persyaratan Pemilu Presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD.
- Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.
- Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 20 September 2004.
·
Pemilu 2009
Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009 juga dibagi
menjadi tiga tahapan.
a) Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan
untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, atau biasa disebut Pemilu Legislatif
2009. Pemilu ini diikuti oleh 38 partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta
dalam Pemilihan Umum 2009. Pemilu ini diselenggarakan secara serentak di hamper
seluruh wilayah Indonesia pada Tanggal 9 April 2009, yang seharusnya
dijadwalkan berlangsung tanggal 5 April 2009.
b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran
pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009.
c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden
tahap puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada
tahap kedua, belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50%
(bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak
akan diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila
pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan
suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat
menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal
8 September 2009.
3. Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat
dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan
memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
0 komentar:
Posting Komentar